TRADISI
TRADISI YANG ADA
DI MADURA
1.
Kebudayaan Macopat (Mamaca)
Macopat atau juga ada yang
menyebutnya dengan mamaca, merupakan kebudayaan madura yang juga bisa
dikategorikan berbentuk kesenian. Tembang yang ditulis dengan bahasa jawa ini
dilantunkan dengan syair-syair tertentu, atau juga yang dikenal dengan istilah
tembeng.
Biasanya dalam
pembacaan macopat ini terkadang diringi dengan alunan musik, dan yang sering
dengan menggunakan seruling.
2. Ritual
Ojung
Pelaksanaan
ritual Ojung dalam bentuknya sejenis permainan yang melibatkan dua orang untuk
beradu fisik dengan dilengkapi media rotan berukuran besar sepanjang 1 meter
sebagai alat memukul.ritual ini biasanya diselenggarakan agar segera turun
hujan dan terhindar dari malapetaka akibat kekeringan musim kemarau.Dan
biasanya diiringi dengan musik yang jarang dijumpai di daerah lain yang terdiri
dari 3 buah dung-dung (akar pohon siwalan) yang dilubangi di tengahnya sehingga
bunyinya seperti bas, dan kerca serta satu alat musik kleningan sebagai
pengatur lagu.
3.
Kebudayaan Rokat Tase’ (Petik Laut)
Tradisi ”
Rokat Tase’ ” dilakukan untuk mensyukuri karunia serta nikmat yang diberikan
oleh sang maha pencipta yaitu Allah SWT. Dan juga agar diberikan keselamatan
dan kelancaran rezeki dalam bekerja.Ritual atau tradisi tersebut, biasanya
dimulai dengan acara pembacaan istighotsah dan tahlil bersama oleh masyarakat
yang dipimpin oleh pemuka agama setempat.Setelah itu, masyarakat melepaskan
sesaji ke laut sebagai rasa ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun
isi dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan,
dan lain sebagainya. Ritual atau tradisi tersebut disebut ” Rokat Tase’ ” oleh
penduduk setempat.
4.
Kebudayaan Okol
Okol, istilah warga Madura
untuk menyebutkan olahraga gulat tradisional.Tradisi okol biasa dilakukan pada
saat musim kemarau berkepanjangan melanda. Namun apabila kita lihat baik dari
tujuan maupun pelaksanaannya okol hampir sama dengan kebudayaan ojung
5.
Kebudayaan Rokat
Kebudayaan Rokat yang ada di Madura
dilakukan dengan maksud jika dalam suatu keluarga hanya ada satu orang
laki-laki dari lima
bersaudara (pandapa lema’), maka harus diadakan acara Rokat. Acara Rokat ini
biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge’ topeng) yang diiringi
dengan alunan musik gamelan Madura dan sembari dibacakan macopat (mamaca).
6. Tradisi Maulid Nabi di
Tanah Jawa & Madura
Bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan sebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul Nya.
Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman walisongo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa disamping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.
Sebagian masyarakat Jawa merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba’i atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’i adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta Berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Sedangkan Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW yang dikarang oleh Al-Bushiri.
Berbagai macam acara dibuat untuk meramaikan acara ini, lambat laun menjadi bagian dari adat dan tradisi turun temurun kebudayaan setempat.
Di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan istilah sekaten. Istilah ini berasal dari stilasi lidah orang Jawa atas kata syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Perayaan umumnya bersifat ritual penghormatan (bukan penyembahan) terhadap jasa para wali penyebar Islam, misalnya upacara Panjang Jimat yaitu upacara pencucian senjata pusaka peninggalan para wali.
Di Cirebon upacara Panjang Jimat di fokuskan di dua tempat yaitu Keraton Kasepuhan dan Astana Gunung Jati. Di Jogjakarta dan Surakarta di masing-masing keraton dengan acaranya Grebeg Mulud. Pada zaman kesultanan Mataram perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata "Gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di Garut, terdapat upacara Ngalungsur yaitu proses upacara ritual dimana barang-barang pusaka peninggalan Sunan Rohmat (Sunan Godog/Kian Santang) setiap setahun sekali dibersihkan atau dicuci dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak wangi supaya tidak berkarat, di fokuskan di desa Lebak Agung, Karangpawitan. Di Banten kegiatan di fokuskan di Masjid Agung Banten. ditempat lain diantaranya tempat-tempat ziarah makam para wali.
Di Madura acara ini dikatakan “MULUDHEN”. Yang mana dalam acara itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan tentang akhlaq Sang Nabi pada masanya untuk dijadikan sebagai suri tauladan demi kehidupan saat ini.
Di beberapa tempat kadang-kadang perayaan ini dijadikan ajang berkumpulnya para tokoh masyarakat dan sesepuh setempat, seperti kyai, bangsawan/elang, dan tidak ketinggalan para jawara dari berbagai paguron untuk saling bersilaturahim, untuk membicarakan berbagai macam hal yang menyangkut daerah setempat. Tapi hal ini jarang diekspos karena sifatnya yang non formal, sehingga tidak banyak masyarakat yang mengikuti.
7. Kerapan Sapi
Karapan sapi merupakan acara yang prestisius bagi
masyarakat Madura, pemilik sapi karapan akan merasa status sosialnya terangkat
apabila sapinya bisa menjadi juara. Hewan memamah biak ini juga dijadikan alat
investasi selain emas dan uang. Tak mengherankan, bila para pemilik sapi
karapan akan mengerahkan segala daya upayanya untuk membuat sapi-sapinya
menjadi pemenang dalam setiap musim karapan. Sekadar diketahui, sapi karapan
umumnya dari Pulau Sapudi [baca: Atlet Sapi di Pesta Karapan]. Sejak dulu,
pulau kecil yang terletak di ujung Timur Pulau Madura itu memang gudangnya sapi
bibit unggul.
Kejuaraan dimulai dari tingkat Kecamatan dilanjutkan
ke tingkat Kabupaten dan diteruskan sampai ketingkat Karisidenan. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan
Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir
September atau Oktober di kota
Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Kerapan sapi didahului dengan mengarak
pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura
yang dinamakan saronen. Benar-benar meriah, apalagi alunan musik seronen
menonjolkan perpaduan bunyi gendang, terompet, dan gong yang disertai tarian
para pemainnya. Para pemusik seronen ini
memang sengaja disewa oleh para pemilik sapi. Terutama untuk menyemangati
anggota kontingen beserta sapi-sapinya sebelum karapan dimulai.
8. Upacara
nadar
Unsur-Unsur Upacara Nadar dan Pemaknaannya
Upacara nadar dilaksanakan sebagai ungkapan
terima kasih
kepada Tu-
han yang telah memberikan
rezeki, yaitu panen garam. Pelaksanaan upacara
tidak terlepas dari
tempat
upacara, saat upacara
benda-benda
dan alat
upacara, serta orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. Sejum- lah instrumen ritual disajikan secara khusus sehubungan dengan upacara itu.
Instrumen
yang digunakan dalam upacara
pertama dan
kedua sama, yaitu
bunga dan bedak serta kemenyan ditambah nasi dan lauk ayam, telur,
serta bandeng. Bunga dan bedak digunakan untuk tabur bunga di makam leluhur.
Hal
ini sebagai simbol rasa terima kasih kepada leluhur, sedangkan kemen-
yan merupakan
parfum atau
wewangian
bagi arwah
leluhur.
Nasi sebagai simbol rezeki yang dihasilkan para petani garam. Ayam merupakan binatang yang bertelur sehingga
masyarakat
menganggap bahwa ayam merupakan
simbol harapan supaya rezeki yang dihasilkan terus melimpah. Karena ayam
yang disajikan utuh (pitik ndhekem) maka disebut ayam ungkul. Pemaknaan
ini disesuaikan dengan kemiripan bunyi fonetisnya dengan tumungkul
(ter- capai
kehendak). Telur
merupakan perwujudan
rezeki yang
dihasilkan dan bandeng merupakan binatang
yang hidup
di tambak begitu pula
garam se- hingga hal ini sebagai
simbol hasil panen.
Instrumen
pada upacara
nadar ketiga,
yaitu nasi,
telur, dan
bandeng. Semua
itu diletakkan di atas panjang (piring keramik
asing). Simbol
dari nasi, telur, dan bandeng sama dengan upacara nadar pertama dan kedua. Pir- ing keramik
ini sebagai
simbol tempat
menyimpan rezeki. Piring keramik
(panjang) dikeluarkan pada upacara ketiga karena sebagai simbol menyim-
pan rezeki dan
diharapkan hasil panen terakhir bisa ditabung,
sedangkan pada
panen pertama dan kedua hasilnya digunakan untuk makan dan kebu- tuhan sehari-hari. Naskah-naskah kuno yang dibacakan
adalah naskah Sam- purna Sembah dan Jatiswara dan hanya bagian-bagian tertentu saja yang di-
bacakan, yaitu yang isinya berupa ajaran-ajaran Islam sehingga dapat dijadi- kan panutan dalam hidup
sehari-hari. Tombak
dan keris, benda-benda ini, mempunyai kekuatan gaib dan harus diperlakukan secara hati-hati. Keris dan
tombak merupakan senjata yang mereka peroleh dari leluhurnya. Keris dan tombak sebagai simbol kekuatan supaya terhindar dari gangguan para lelem- but.
Upacara dilakukan pada hari Jumat yang dimulai pada sore hari
sekitar pukul 16.00 WIB karena masyarakat Sumenep
mayoritas
beragama Islam.
Sebelum upacara
mereka
melaksanakan Shalat
Jumat terlebih dahulu.
Dipilihnya hari Jumat karena hari tersebut dianggap
hari baik dan suci.
9. Tari Topeng gethak
Tari Tradisional Asal Pamekasan
Dua Jenis Tari Tradisional Asal Pamekasan
Tari topeng
gethak dan tari rondhing yang merupakan dua jenis tari tradisional asal
Pamekasan, Madura, Jawa Timur, kini mulai diajarkan kepada para pelajar di
wilayah setempat.
“Selain itu, kedua jenis tari ini sudah mendapatkan hak paten dari Menteri Hukum dan HAM sebagai tari hasil kreasi warga Pamekasan,” katanya.
Ia mengatakan di Pamekasan sendiri sebenarnya banyak jenis kesenian tradisional yang mulai berkembang, seperti tari pecot, tari samper nyecceng, dan tari dhanggak.
“Tari pecot itu jenis tari yang biasa ditampilkan pada acara pembukaan karapan sapi dan tari samper nyecceng merupakan tari khas Madura yang biasanya ditampilkan pada acara karnaval, sedang tari dhanggak merupakan tari-tarian yang berkembang di kalangan masyarakat pesisir,” katanya.
Namun, katanya, dari berbagai jenis tari tersebut yang banyak diminati dan secara sosial budaya dinilai cocok dengan kondisi kabupaten adalah tari topeng gethak dan tari rondhing.
Tari topeng gethak merupakan jenis seni tari yang diminati raja-raja Pamekasan di zaman dulu dan diciptakan oleh warga Kecamatan Proppo yang merupakan tempat kerajaan Pamekasan berdiri untuk pertama kalinya.
Sementara tari rondhing menggambarkan semangat perjuangan warga Pamekasan, karena itu tari rondhing ini sering juga disebut dengan tari baris, sebab tari ini dulunya merupakan refleksi dari perjuangan warga Pamekasan dalam memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
“Selain itu, kedua jenis tari ini sudah mendapatkan hak paten dari Menteri Hukum dan HAM sebagai tari hasil kreasi warga Pamekasan,” katanya.
Ia mengatakan di Pamekasan sendiri sebenarnya banyak jenis kesenian tradisional yang mulai berkembang, seperti tari pecot, tari samper nyecceng, dan tari dhanggak.
“Tari pecot itu jenis tari yang biasa ditampilkan pada acara pembukaan karapan sapi dan tari samper nyecceng merupakan tari khas Madura yang biasanya ditampilkan pada acara karnaval, sedang tari dhanggak merupakan tari-tarian yang berkembang di kalangan masyarakat pesisir,” katanya.
Namun, katanya, dari berbagai jenis tari tersebut yang banyak diminati dan secara sosial budaya dinilai cocok dengan kondisi kabupaten adalah tari topeng gethak dan tari rondhing.
Tari topeng gethak merupakan jenis seni tari yang diminati raja-raja Pamekasan di zaman dulu dan diciptakan oleh warga Kecamatan Proppo yang merupakan tempat kerajaan Pamekasan berdiri untuk pertama kalinya.
Sementara tari rondhing menggambarkan semangat perjuangan warga Pamekasan, karena itu tari rondhing ini sering juga disebut dengan tari baris, sebab tari ini dulunya merupakan refleksi dari perjuangan warga Pamekasan dalam memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
10. Tari Roding
Tari
’rondhing’ dan tari topeng ’gethak’ dua jenis tari tradisional peninggalan
budaya leluhur warga Pamekasan, Madura, Jawa Timur, kini masih lestari, bahkan
jenis kesenian ini mulai diajarkan kepada para pelajar di wilayah tersebut.
Di samping itu, kedua jenis tari ini
juga sudah mendapatkan hak paten dari Menteri Hukum dan HAM sebagai jenis tari
tradisional yang merupakan hasil kreasi warga Pamekasan.
" Di Pamekasan sendiri banyak jenis
kesenian tradisional yang mulai berkembang. Seperti tari ’pecot, tari ’samper
nyecceng’ dan tari ’dhanggak’.
Tari ’pecot’ merupakan salah satu jenis
tari yang biasa ditampilkan pada acara pembukaan karapan sapi dan tari ’samper
nyecceng’ merupakan tari khas Madura yang biasanya ditampilkan pada acara
karnaval, sedang tari ’dhanggak’ merupakan tari-tarian yang berkembang di
kalangan masyarat pesisir.
Namun, dari
berbagai jenis tari tersebut yang banyak diminati dan secara sosial budaya
dinilai cocok dengan kondisi kabupaten Pamekasan ialah tari ’rondhing’ dan tari
topeng ’geth
klo tradisi karapan sapi emg udh menjadi identitas sebagai budaya asli dari madura
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/principal-menurut-ilmu-marketing.html
Mayor sklangkong cak
BalasHapusMayor sklangkong cak
BalasHapusMator sklangkong cak
BalasHapusMadura keren coooy
BalasHapus